Kamis, 13 Desember 2012

Fenomena "Insya Allah" di Indonesia


Contoh kasus :
A : Besok kita rapat ya, ada beberapa agenda penting yang bakalan kita bahas.
B : Rapat apa?
A : Salah satunya mengenai evaluasi yang belum selesai kemarin. Jangan lupa datang loh, jam 4 sore.
Ceritanya orang ini males bgt. Katanya dalam hati, rapat mulu...kayak anggota DPR aja. Tapi, gak enak nolak, karena yang ngomong tadi ketuanya (misalnya) Akhirnya muncul lah.. Kata-kata sakti pengganti penolakan, sekaligus dianggap sebagai pelarian tanpa dosa.
B : Insya Allah ya...
A : Kenapa Insya Allah?
B : Ya kalo gue ga datang, tandanya Allah gak nakdirin gue buat datang rapat.

Sekarang saatnya introspeksi diri. Penggunaan kata Insya Allah yang seharusnya digunakan untuk berjanji, tetapi malah digunakan sebagai jawaban instan untuk menghindar, menolak secara halus. Inilah fenomena yang sudah jamak terjadi di masyarakat Indonesia. Termasuk mungkin anda, atau bahkan saya.

Saya pernah mengalami kejadian seperti ini. Begini ceritanya, waktu itu saya bekerja di suatu perusahaan swasta. Disana sistemnya gaji dibayar via transfer. Nah, waktu itu ada masalah karena gaji sudah 3 hari tidak masuk. Saya mendatangi atasan dan menanyakan masalah ini. Dia menjawab akan diurus besok, di belakangnya ada kata Insya Allah yang diucapkan dengan begitu fasihnya, melebihi orang Arab.
Tetapi, ya begitulah Insya Allah orang Indonesia. Akhirnya saya harus bolak-balik sampai 3 kali, dan alhamdulillah diberi jawaban yang sama. Hal ini membuat saya kesal. saya tidak mau punya bos yang PHP, kalau memang masih sibuk dengan urusan lain, tidak masalah. Bilang saja tidak bisa, atau beritahu apa yang harus saya lakukan. Jawabannya seperti jawaban tidak mau pusing. Sedangkan saya berharap-harap cemas menunggu. Aduh, sakit hati.
Sekalian saja, kalau memang Insya Allah itu dipakai secara universal tanpa memperhatikan maknanya yang dalam. Di setiap produk, misalnya HP. Ketika kita ingin menghapus SMS,  dan ditanya, “Anda yakin?” Pilihan jawabannya jadi “Iya”, “Tidak”, dan “Insya Allah”.

Masalahnya adalah, pada kenyataannya kita tidak memenuhi janji, undangan atau ajakan tersebut, kita memiliki alasan pembenaran yaitu, tidak ditakdirkan oleh Allah, atau tidak diizinkan oleh Allah. Ini secara tidak langsung menyalahkan Tuhan secara halus. Padahal sebenarnya, Insya Allah adalah kepastian akan janji yang disatukan dengan kepasrahan terhadap Tuhan, karena apa yang terjadi nantinya adalah rahasiaNya. Bukan pembenaran atas keraguan atau pembenaran kemalasan memenuhi janji.

Insya Allah itu artinya atas seizin Allah. Dimana 99% berarti, iya saya berjanji, 1% nya tawakal kepada Allah. Perlu ditekankan, usaha untuk menepatinya 99%, sedangkan pasrahnya cuma 1%.
Hati-hati, kita membawa nama Allah. Apabila kita mengucapkannya, berarti kita berjanji atas nama Allah.

Saya dengan sadar mengakui bahwa terkadang penggunaan kata Insya Allah saya ucapkan untuk keraguan. tetapi, saya lebih memilih "Nanti dilihat" daripada "Insya Allah". Karena saya sendiri belum tahu persis akan ada kejadian apa berikutnya, atau saya pikir ajakan itu masih bisa digantikan dengan kegiatan yang jauh lebih penting.
Kalau anda?


3 komentar:

Unknown mengatakan...

betul skli itu ..
skrng orng sdh tdk canggung lgi mnggunakan nma Allah dlm sgla hal, pdlh mnybut nma Allah adlh ssuatu hal yg skral.

Unknown mengatakan...

Sangat bagus pendirianmu kalau smua pr sperti aman damai...

Unknown mengatakan...

Jam setuju